Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepasang Mata

4 Desember 2019   21:03 Diperbarui: 4 Desember 2019   21:06 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

Dari sepasang mata berbeda, yaitu
matahari yang hendak tenggelam
dan rembulan yang dibangkitkan malam, mereka
bersama-sama menyaksikan keramaian
di labirin percakapan
antara orang-orang gelisah
yang menggumam dalam diam
dengan pikirannya sendiri
yang lalu lalang
mencari jalan keluar
dari kecemasan
akan bumi yang mulai padam
setelah cahaya beranjak pergi
mencari spektrumnya yang mati

Lampu-lampu jalanan
menyala sekedarnya, hanya untuk
mengadakan upacara penghormatan
bagi orang-orang
yang baru pulang, setelah
seharian melepas kegeraman
kepada dinding-dinding kota, yang menganiaya
keinginan yang sempurna, menjadi
keping-keping kelelahan
sampai tetes keringat terakhir
dengan alasan-alasan sumir
tentang takdir

Sepasang matamu
kali ini, mencoba meniru matahari
padahal kemarin
menyerupai rembulan
mungkin esok petang, kau mau
menjadi lampu jalanan
sehingga bisa menyaksikan keramaian
yang sengaja membisu
sekaligus melihat kegaguan
yang mengucap kata beribu-ribu
tentang rindu
kepada Yang Satu

Kutai, 4 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun