Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pagi Buta dan Puncak Gulita

27 November 2019   12:33 Diperbarui: 27 November 2019   12:46 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bagaimana caranya, mengandaikan langit sebelah mana, yang jatuh cinta kepada seorang lelaki atau perempuan yang kehilangan separuh hatinya, untuk ditukarkan dengan kebahagiaan yang masih dalam rencana, atau rencana kebahagiaan yang selalu saja tertunda?

apakah dengan memindai setiap bola mata, menggunakan warna-warna pelangi, agar terlihat jelas siapa di antaranya yang beretina sepi?

bagaimana juga caranya, mengumpamakan lautan bagian mana, yang jatuh hati kepada seorang lelaki yang menganggap semua perkara, adalah urusan darah di aorta. Atau kepada seorang perempuan yang masih saja bertanya di mana letak sesungguhnya hati, sedangkan dia setiap hari ditemani sunyi.

apakah dengan meminta angin prahara, lalu melepaskan seluruh kekuatan gelombang yang ada, supaya tahu siapa di antaranya yang gelap mata dan sengaja menenggelamkan diri di tengah kekacauannya?

atau tak usah menggunakan berbagai cara, untuk tahu lelaki yang mana, dan perempuan seperti apa, yang sanggup mencerna kaidah cinta, tanpa meratap dan merasa paling nestapa, di dunia.

cukup dengan satu cara. Apakah dia, selalu terjaga di pagi buta, lalu kembali memicingkan mata, hanya di saat puncak gulita.

Jakarta, 27 November 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun