Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perempuan yang Menggantang Airmata

25 November 2019   20:48 Diperbarui: 25 November 2019   21:03 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pixabay.com

perempuan itu, menyayat malam dengan lolongan sepanjang kekuatan laring serigala. Membelah kesunyian di antara bait-bait puisi yang kesepian. Bercerita tentang keramaian di ujung sana. Di belahan bumi yang masih menikmati mekarnya tabebuya dan tergelincirnya purnama.

aku mencatatnya baik-baik. Ini memang bukan kisah yang pelik. Tapi setidaknya membuat khayalanku tiba-tiba terpeleset jungkir balik.

perempuan itu, mentertawakan dirinya yang menangisi airmata. Sebuah penyesalan setidaknya. Untuk apa membuang butiran mutiara bagi perilaku jahanam. Dari segantang kegelapan yang mengaku dirinya adalah pualam.

kali ini aku tidak mencatatnya. Semua sudah cukup teruk untuk dirubah ke dalam mimpi buruk. Tidur akan dialasi cemas. Dan terjagapun akan disuapi reruntuhan batu cadas.

perempuan itu, menggantung sisa airmata yang tersisa di pot-pot bunga. Berharap sangat esok akan memanen nektar. Dari rasa asin yang terbakar.

aku menutup catatan. Sudah saatnya mencari keadilan. Bagi terkoyaknya hati yang tak kunjung mendapat kesembuhan.

dari seorang perempuan. Yang memilin jantungnya agar tetap bisa berderma senyuman.

Bogor, 25 November 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun