Serombongan kunang-kunang bermunculan. Dari sorot mata seorang perempuan yang menari di tempias hujan. Pada suatu malam yang kehilangan langitnya. Pada suatu ketika yang kehabisan waktunya.
Padang ilalang sengaja ditanam. Pada tatapan seorang perempuan yang mengelak dari kemarau panjang. Menghujani dirinya sendiri. Dengan sisa-sisa gerimis. Yang dikumpulkannya dari kesedihan platonis.
Pada pagi ia menyandarkan bahu. Pada kesepian ia menyembunyikan masa lalu. Di kejadian purnama ia menjadi alfa. Entah itu menjadi serigala atau penjaga cahaya.
Seekor kunang-kunang. Menyinggahi mata seorang perempuan yang mendamparkan hatinya di tengah padang ilalang. Dari lengan daunnya yang tajam, perempuan itu menganyam ingatan muram. Pada batangnya yang kusam, perempuan itu menitipkan percikan masa silam.
Seorang perempuan. Mengendarai kunang-kunang. Melintasi padang ilalang. Dalam perjalanan pulang. Menuju rumah tempatnya membesarkan anggrek bulan. Ia akan menyiraminya lagi. Setelah sekian lama membenamkan diri dalam sunyi.
Bogor, 10 Nopember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H