Pagi ini, saya mau membeli berita yang menyenangkan. Tentang apa saja yang baik-baik saja. Sebab setiap hari saya membaca banyak berita. Disediakan secara cuma-cuma. Namun nyaris semuanya berbahaya.
Tentang peperangan, kelaparan, kematian, airmata, dan juga tumpukan linimasa yang berbisa.
Saya tidak kuat menyangga. Apalagi saya sedang berkonsentrasi menunggu hujan. Kemarau terus saja berdatangan. Mengetuk pintu rumah. Juga mengutuk jendela hati.
Tak apa saya membeli berita menyenangkan dengan penghasilan sebulan. Barangkali saya bisa kembali menumbuhkan harapan. Bahwa bumi ini replika dari surga. Hanya saja masih dalam taraf ujicoba.
Saya coba berjalan menyusuri kota yang setiapnya harinya selalu berlagak gagu. Mampir di toko sepatu dan mencoba membeli satu. Sepatu lama saya sudah cukup usang usai menyelesaikan separuh perjalanan. Bagian paling rusak tentu di solnya yang telah kehabisan jejak.
Keluar dari toko saya menghirup udara sedalam-dalamnya. Aroma kota agak sedikit berbeda. Dibandingkan ketika saya masih memakai sepatu lama. Mungkin karena saya sudah siap berlari. Meninggalkan sunyi dan menjemput mimpi.
Malam nanti, ketika jalanan mulai lengang setelah kerumunan menghilang. Saya akan berlari kencang. Menuju ruang-ruang senggang yang cukup punya waktu luang. Agar saya tidak terlanjur menjadi sedemikian jalang. Lalu lupa jalan pulang.
Jakarta, 29 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H