Dewi menangis tersedu-sedu. Semua yang dirasakannya dua hari terakhir ini ditumpahkannya dengan sesenggukan. Dadanya sesak dan dia merasa sangat kelelahan. Ketika melihat semua temannya lengkap di hadapan, tak urung hatinya dipenuhi campur aduknya perasaan. Lega, bahagia, letih, dan pedih.
Ketiga lelaki itu membiarkan Dewi melampiaskan semua perasaan tertekannya. Mereka maklum. Entah seberat apa, tapi yang dialami Dewi pasti mengguncang jiwanya.
“De..dewi…,” Dara berucap lirih. Tubuhnya terlihat bergerak lemah.
Dewi menubruk tubuh sahabatnya yang berusaha bangkit dengan susah payah. Kedua perempuan itu saling berpelukan. Merasa senasib. Masuk dalam pusaran magis yang tak terbayangkan di puing-puing candi laut selatan.
Suasana hening dipatahkan oleh suara tegas Raja.
“Kita harus segera keluar dari sini. Situasi masih tidak menentu. Dewi, siapa tadi di ruangan bawah yang menjeritkan namamu?”
“Aku tidak tahu namanya Raja, tapi yang lain memanggilnya si pemimpin.”
“Apakah memang dia pemimpin dari semua ini?” Raka menyela penasaran.
“Tidak. Ada yang jauh lebih besar daripada ini. Kau pasti tidak akan membayangkan aku berjumpa dengan siapa?”
“Siapa?” Kali ini Bima yang menyela.