Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Di Perbatasan Antara Senja dan Air Mata

8 Oktober 2019   15:08 Diperbarui: 8 Oktober 2019   15:15 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah perbatasan. Ketika sayap-sayap matahari hampir saja dipatahkan. Orang-orang saling menggerutu. Mengeluh kehabisan waktu.

Ruang-ruang lengang sulit sekali dijumpai. Nyaris semua sudut terisi oleh mimpi. Baik yang tergeletak mati, maupun yang baru saja dituliskan dalam diari.

Dunia sekarang tidak hanya berlarian. Namun sudah memasuki fase berkejar-kejaran. Peradaban bertingkah polah seperti perawan. Dipingit habis-habisan, namun diam-diam melakukan percakapan dengan keramaian.

Saat pisau belati yang disebut kegagalan menyayat-nyayat, airmata lantas berjatuhan laksana hujan yang salah alamat. Membasahi permukaan lautan yang di puncak gelombangnya berselancar ribuan asa. Menenggelamkannya. Lalu mengirimkan karangan bunga tanda bela sungkawa. Melalui warna senja yang kehilangan semburat merahnya.

Di perbatasan antara senja dan airmata, berdiri termangu harapan-harapan yang mendadak gagu. Menunggu. Kabar baik yang akan dibawa oleh metamorfosa waktu.

Jakarta, 8 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun