Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Memasuki Keranda

1 Oktober 2019   21:14 Diperbarui: 1 Oktober 2019   21:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negeri ini sedang diretas para penyundut petasan. Bersuka cita atas begitu banyak ledakan. Di dalam gaduh, mereka dengan mudah memunguti tulang-tulang rapuh. Dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Untuk dipersembahkan kepada para pelanun istana.

Negeri ini belum terlalu tua untuk menjadi sebatang kara. Masih ada ayah bunda yang berwujud gunung-gunung dan samudera. Menyusui semuanya tanpa kecuali. Meski ada yang kemudian meludahkannya dalam bentuk khianat dan dengki.

Negeri ini berkali-kali menjumpai perkara-perkara sederhana yang lalu ditelikung oleh kerumitan rencana. Dibuat di malam yang mendurhakai kegelapannya. Ditulis pada sehelai kertas yang tak mau mengakui pokok-pokok akasia. Lalu dimatangkan oleh jalan pikiran muram yang mati-matian menjaga rahasia durjana dari hatinya.

Dan perlahan-lahan. Para alfa menyalakan perapian. Lalu meninggalkannya membara tanpa dijaga. Menjebak keadilan yang sedang terlunta-lunta. Pergi kesana kemari mencari tempat berteduh. Tetapi malah berjumpa dengan pasal-pasal yang berebutan saling bunuh.

Mungkin kita seolah sedang mengadakan pesta. Beramai-ramai menikmati hidangan cuma-cuma.
Padahal nun jauh di sana, para penjarah sejarah sedang berlomba-lomba membuat keranda.
Untuk mengubur Indonesia tanpa sedikitpun keluar biaya.

Bogor, 1 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun