Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kupu-kupu yang Bersedih

29 September 2019   20:48 Diperbarui: 29 September 2019   20:55 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seekor kupu-kupu menari di kerimbunan hujan
sayapnya yang basah dikepakkan perlahan
lembut berdansa di udara yang mampat
ketika senja memutuskan datang terlambat
demi menjadi petang yang bersahaja
agar malam tidak lagi berkisah tentang malapetaka

Ini belum lagi musim nektar
terlalu banyak beredar simpang siur kabar
bahwa putik dan benangsari enggan ke pelaminan
karena angin bertiup sedikit lebih kencang
cinta bisa saja luruh berantakan
atau setidaknya kehilangan banyak percakapan

Dunia yang bersedih
lebih tragis daripada airmata yang mengalir dari mata yang pedih
ketika pertengkaran menjadi tajuk utama berita
sementara linimasa lalu lalang menyeret-nyeret jenazah asa
ke liang pekuburan
yang telah digali bahkan sebelum harapan dilahirkan

Musim yang merintih-rintih papa
bukan lagi karena duka lara atau patah cinta
tapi berganti pada apa yang disebut nestapa
akibat aniaya yang tak ada sudahnya
oleh para nahkoda
yang kehilangan arah angin pada haluan
lalu menyuruh para penumpang menceburkan diri ke lautan
tanpa sekoci
karena nyaris semuanya telah terkunci mati
di lambung kapal yang oleng ke kanan kiri

Berau, 29 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun