Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Tulang Belulang (Silva Predonum)

23 September 2019   10:04 Diperbarui: 23 September 2019   11:05 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desi Suyamto's Properties

Sebuah pemikiran dengan cepat melintas di benak Ran. Bagaimana kalau pemangsa itu adalah sungai ini sendiri? Ran tidak berani memikirkan lebih jauh lagi. Satu hal yang dia yakini adalah hutan ini dipenuhi pemangsa nokturnal. Ini masih siang. Rasanya akan cukup aman menyeberangi sungai dangkal yang tidak terlalu lebar ini.

Sekali lagi Ran menggunakan binokulernya melihat sekeliling. Matanya tertarik saat melihat seekor biawak berenang dan menyeberang di sisi hulu sungai. Berhasil. Tidak terjadi apa-apa. Ran semakin yakin. Aman untuk menyeberang.

Sambil tidak lupa mengisi botol air minumnya, Ran menyeberangi sungai menakutkan itu. Begitu tiba di seberang, Ran bernafas lega.

Tapi kelegaannya tidak berlangsung lama. Terdengar auman dahsyat yang mengguncang seisi hutan di kejauhan. Ah, kalau ini tidak peduli siang atau malam pasti akan memangsanya jika berpapasan dengannya.

Buru-buru Ran memeriksa sekeliling. Dia harus memanjat pohon. Auman semakin mendekat. Setelah memastikan itu bukan pohon pemangsa seperti tadi pagi, Ran langsung memanjat menggunakan suluran liana yang banyak melilit batang pohon. Batang pohon itu tegak lurus dan tidak bercabang rendah. Satu-satunya jalan adalah memanjat menggunakan liana.

Untuk berjaga-jaga, Ran meremas hancur daun yang telah dibekalnya dan dioleskan ke seluruh tubuh.


Ran sampai di dahan terdekat. Setidaknya ini lebih dari 25 meter di atas tanah. Bersamaan dengan datangnya seekor macan besar berbintik-bintik hitam kuning dari balik semak.yang rupanya sudah terlanjur membauinya sedari tadi.

Macan yang nampak sangat kelaparan itu mengaum hebat sambil menatap Ran yang merasa aman duduk di dahan pohon tinggi tersebut. Setelah sekali lagi mengaum, macan besar itu mulai....memanjat!

Kontan Ran pucat teramat sangat! Kemana lagi dia harus lari? Dahan berikutnya terlalu tinggi di atasnya dan tidak ada liana lagi untuk memanjat. Lagipula macan itu terlihat sangat lincah memanjat. My God!

Ran kehabisan pilihan. Dia akan melawan! Sembari dalam hati berdoa semoga macan itu pun enggan memangsanya karena khasiat daun Pohon Kehidupan dan Kematian.

Doanya sama sekali tidak terkabul. Macan besar itu sudah sampai di dahan tempatnya berdiri di ujung dahan. Mereka saling berhadapan. Ran meraih pisau di pinggangnya. Saatnya berkelahi!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun