Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Tulang Belulang (Silva Predonum)

23 September 2019   10:04 Diperbarui: 23 September 2019   11:05 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desi Suyamto's Properties

Negeri Tulang Belulang (Pulau Neraka)

Ran melompat turun dari cabang terakhir. Matahari sudah naik sepenggalah. Saatnya memulai pencarian. Perbekalan di ranselnya bisa bertahan untuk 1 hari. Setidaknya. Dia bisa mengikuti metode jungle survival untuk bertahan hidup setelahnya.

Hutan di depannya ini memang nampak misterius. Lebat, hitam, dan menyeramkan. Sudah berapa lama ketiga temannya terjebak di dalam sana? Apakah mereka masih hidup?

Ran tidak mau berpikir lebih jauh lagi. Apa yang ada akan dijalaninya. Apapun nanti hasilnya. Dengan langkah mantap Ran memasuki hutan. Pepohonan di hutan ini jauh lebih besar dibanding belantara biasa. Auranya sangat tidak biasa. Seolah ada ribuan mata yang sedang mengintai dan siap setiap saat menyergap bagi siapa saja mangsa yang lengah.

Bulu tengkuk Ran meremang. Petualang yang juga seorang dokter ini mulai memperhitungkan langkah-langkah antisipasi. Apa yang harus dilakukannya jika bertemu binatang buas. Menyelamatkan diri dengan cara bagaimana. Apa saja yang bisa dimakannya jika dia kehabisan bekal. Dan tentu saja di mana nanti dia akan bermalam bila belum bertemu teman-temannya saat malam tiba.

Melalui matanya yang awas dan telinganya yang terlatih, Ran berusaha menangkap sekecil apapun pergerakan dan suara di sekitarnya. Makin lama hutan ini makin gelap. Cahaya matahari tidak sepenuhnya mampu menembus lebatnya kanopi pepohonan raksasa. Ini kurang lebih saja dengan petang, pikir Ran agak masgul.


Meskipun bukan ahli biologi, namun sebagai seorang dokter, Ran melihat banyak sekali keanehan pada vegetasi yang ada dalam hutan ini. Sudah berkali-kali dia menjalani ekspedisi, di berbagai belahan bumi, belum pernah dia menemui jenis-jenis yang seperti ini. Diam-diam Ran tersenyum. Seandainya ada ahli botani di sini, pastilah dia akan menari-nari saking girangnya melihat jenis-jenis baru yang tidak pernah dijumpai.

Senyum di wajah Ran pupus seketika. Dia melihat sesuatu yang sangat ganjil di hadapannya. Di bawah pohon yang mirip Beringin tapi bukan karena daunnya sangat lebar dan dari batangnya keluar getah yang bergumpal, nampak tumpukan tulang belulang. Ya ampuun! Ran ragu-ragu untuk mendekat.

Tapi setelah dirasakannya situasi cukup aman dan tidak ada tanda-tanda binatang buas di sekitar situ, Ran mendekat juga karena penasaran.

Ah benar! Ini tulang belulang yang masih cukup baru. Belum berusia lebih dari semalam. Masih segar! Ran tercekat hatinya! Jangan-jangan....

Dibuangnya semua pikiran buruk yang berkecamuk. Dia adalah seorang dokter. Semua hal harus dipastikan. Dan Ran melakukannya. Memeriksa tumpukan tulang belulang itu dengan seksama. Ran menjadi agak gugup. Di antara tumpukan tulang itu terdapat juga tulang belulang manusia. Ya ampuun!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun