Melihat sepotong dinihari
tergeletak kesepian, di trotoar
yang telah begitu berjasa, menyangga ribuan kaki
setiap hari
tanpa menarik iuran, atau undangan pertemanan
ke dalam linimasa, sebuah lautan yang bertopan setiap harinya
Lampu-lampu jalanan
menopang dagunya, dengan cahaya tak seberapa
melirik dengan ujung mata
bagaimana rembulan tertatih-tatih
menegakkan tubuhnya yang separuh letih
separuhnya lagi, sibuk mendandani diri
Sampai tiba masanya
ketika purnama berhasil menarik perhatian kawanan serigala
untuk melolongkan peringatan
kepada siapa saja
untuk tidak mencederai kebenaran
dengan cara-cara nista, di kolom-kolom linimasa
Semesta nyaris telanjang bulat
mengundang kedatangan syahwat
linimasa yang berlibido tinggi
untuk memulai caci, memaki-maki
memperebutkan ujung belati
agar bisa dihunjamkan tepat di ulu hati
Dan kita semua, tanpa jeda
dirobek-robek mulut linimasa
untuk kemudian mengunyahnya, dengan rasa lapar tak terkira
lantas tubuh kita mendadak sangat tambun
karena dididik keras menjadi penyamun
oleh kerumunan linimasa yang memang terbiasa melanun
Majnun!
Jakarta, 5 September 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI