Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Realita yang Dijatuhkan Lamunan

4 September 2019   20:46 Diperbarui: 4 September 2019   20:49 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/ecowa

Orang-orang surrealis, menggenggam matahari, namun tak kepanasan. Karena di hati mereka, sama sekali tak ada kecemasan. Satu-satunya kecemasan yang tersisa, hanyalah jika mereka tidak bisa mengaduk imajinasi, dalam riuh rendahnya realita.

Orang-orang realis, mengukur setiap bayangan, setepat-tepatnya. Agar tak luput dalam menjahit baju, yang dikenakan ketika siang sedang bercahaya. Di malam hari, orang-orang realis akan memadamkan rembulan dan mengusir kunang-kunang. Karena lebih percaya pada lampu, yang dianggap lebih mungkin dipaku, di dinding, meja kerja, dan ruang tamu.

Orang-orang skeptis, ikut bertaruh pada lomba pacuan kuda, namun pergi bahkan sebelum istal dibuka. Bagi mereka, semua hal lebih baik diam. Percakapan dalam gumam, bekerja secara hologram, hingga mengecat malam dengan warna hitam.

Orang-orang paradoks, bercita-cita menginjak kotoran, tapi sepatunya tetap sebersih cawan minuman. Seringkali berlari menghindari api, namun sesungguhnya suka membakar pagi, dengan pandang mata nanar, dalam pikirannya yang berputar-putar, selalu ada rencana untuk berbuat makar.

Orang-orang biasa, menyeduh kesepian dalam segelas kopi, meneguknya perlahan sekali, menikmati setiap adrenalin yang mengalir, sambil menatap matahari pagi, menyapanya dengan riang tanpa menghiraukan seperti apa bentuk bayangan badan, sembari tak henti meneriakkan kekaguman; inilah realita sederhana yang menyenangkan! Tanpa harus terjatuh dalam pikiran panjang tentang betapa jauhnya lamunan!

Jakarta, 4 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun