Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menuliskan Duri-duri pada Sebuah Puisi

30 Agustus 2019   14:48 Diperbarui: 30 Agustus 2019   14:51 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

Puisi ini akan dibaca
oleh para pencari jejak cinta
yang kehilangan sebagian retina mata
setelah dirobek-robek rindu tak menentu
oleh ketajaman pisau waktu

Puisi ini tak akan pernah dibahas
oleh para penyintas batas
yang berjalan tergesa-gesa
melintasi panas gurun dan lengangnya savana
di antara kerumunan duri kaktus
dan daun-daun tipis papirus

Menuliskan puisi ini
di sela-sela cahaya matahari
yang jatuh di pinggiran trotoar
tempat orang-orang pinggiran berlindung dari hingar bingar
lalu lintas dan juga rasa lapar

Membacakan puisi ini
di hadapan kota yang nyaris patah hati
karena mau ditinggalkan
oleh sebagian peradaban
ke sebuah tempat yang lebih santun
karena di sini, lini masa bertingkah sebagai penyamun

Jakarta, 30 Agustus 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun