Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Memilih Musim yang Bisa Dipercaya

17 Agustus 2019   19:05 Diperbarui: 17 Agustus 2019   19:07 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari sebuah percakapan di ruang yang mampat terhadap kesepakatan, lahirlah sebuah traktat yang bercerita tentang senja yang tersendat-sendat pulang. Ke sebuah rumah di langit yang kekurangan waktu senggang. Karena begitu sibuk membujuk musim yang merajuk. Setelah selalu saja mengalami episode buruk.

Musim hujan suatu misal. Merasa telah demikian gagal. Menyediakan air yang cukup. Bagi sungai, kali dan danau yang perlahan-lahan menyusut. Sekarang yang tersisa hanya parit dan selokan. Tak cukup untuk berkubang bahkan bagi seekor kunang-kunang. Merendam tubuh terangnya yang sangat kelelahan. Setelah berusaha keras mengitari malam. Mencari-cari jejak rembulan.

Musim panas memohon untuk pergi. Merasa masgul karena dianggap tak punya hati. Setiap hari menerbitkan kecemasan. Bagi para petani yang duduk di pematang yang kehilangan guludan. Bagi para nelayan yang perahunya terdampar jauh di daratan. Bagi para guru yang kehabisan waktu ke sekolah karena terhalang gulungan debu. Dan bagi waktu yang terus-terusan dihantui masa lalu yang telah hangus menjadi abu.

Musim yang bagaimana sesungguhnya bisa membuatmu bahagia?
Apakah musim merindu yang mampu menggiringmu ke dalam ingatan dan kenangan yang tak saling berseteru? Ataukah,

Musim mencinta yang bisa membawamu berjumpa dengan seorang lelaki atau wanita yang menurutmu adalah belahan jiwa?
Atau barangkali begini saja, Sebuah musim purnama yang akan memberimu derma sepercik cahaya agar kamu tidak buta terhadap gelap yang dapat menyeretmu ke dalam mimpi yang tak bisa dipercaya.

Bogor, 17 Agustus 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun