Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Ribuan Pusara

16 Agustus 2019   19:51 Diperbarui: 16 Agustus 2019   21:03 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kota ini tak berhasil didinginkan
walau Gunung Salak meluruhkan kabut, sejadi-jadinya
seluas permukaan samudera
namun tibanya hujan.

Ternyata sanggup membuat para penghuninya berdansa
merayakan kepulangan, anak hilang yang diculik jauh di perantauan
suara hujan menyerupai orkestra
menabuh atap-atap yang nyaris retak.

Dan tanah-tanah yang mulai berkerak
dengan melodi dan perkusi
yang dipetik seorang ahli
orang-orang terus saja menari.

Di pelataran, halaman dan perpustakaan
tempat kolam, bunga, dan buku-buku kembali dicuci
dari serpihan debu masa lalu
juga sumbu-sumbu tak berlampu.

Lalu berkisah tentang bangsa merdeka
yang sedang memperingati hari bahagia
langit menampakkan berandanya yang terbuka
memperlihatkan bintang-bintang saling beradu muka.

Lalu mendermakan banyak cahaya
bagi negara yang tak lupa pada ribuan pusara
yang tergeletak di mana-mana, tanpa tahu pemiliknya
karena dahulu kala, gugur tanpa sempat menyebut nama.

Bogor, 16 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun