Kota ini tak berhasil didinginkan
walau Gunung Salak meluruhkan kabut, sejadi-jadinya
seluas permukaan samudera
namun tibanya hujan.
Ternyata sanggup membuat para penghuninya berdansa
merayakan kepulangan, anak hilang yang diculik jauh di perantauan
suara hujan menyerupai orkestra
menabuh atap-atap yang nyaris retak.
Dan tanah-tanah yang mulai berkerak
dengan melodi dan perkusi
yang dipetik seorang ahli
orang-orang terus saja menari.
Di pelataran, halaman dan perpustakaan
tempat kolam, bunga, dan buku-buku kembali dicuci
dari serpihan debu masa lalu
juga sumbu-sumbu tak berlampu.
Lalu berkisah tentang bangsa merdeka
yang sedang memperingati hari bahagia
langit menampakkan berandanya yang terbuka
memperlihatkan bintang-bintang saling beradu muka.
Lalu mendermakan banyak cahaya
bagi negara yang tak lupa pada ribuan pusara
yang tergeletak di mana-mana, tanpa tahu pemiliknya
karena dahulu kala, gugur tanpa sempat menyebut nama.
Bogor, 16 Agustus 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H