Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Memori Sebuah Elegi

27 Juli 2019   06:57 Diperbarui: 27 Juli 2019   07:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang harus dilakukan secangkir kopi
agar pagi tak terasa cekat, dan udara yang berputar
bukan lagi terjemahan dari pikiran liar?

Apa yang mesti dipenuhi oleh pagi
bila secangkir kopi, tak habis disesap
karena teralihkannya tatapan mata
pada daun-daun cemara
yang berjatuhan laksana hujan doa?

Pada setiap jejak awan yang ditinggalkan
oleh pagi yang sederhana
terdapat pesan tentang kerinduan
dari bunga-bunga kamboja
terhadap tanah, yang menguburkannya
secara sempurna

Pada setiap remah cahaya matahari
yang dijatuhkan langit
di pagi yang bersahaja
terdapat pesan tentang kelembutan
dari suluran daun-daun markisa
terhadap serombongan kumbang
yang memerangkap dirinya
pada rasa manis yang paripurna

Lalu kabar apa yang disampaikan angin
saat melewati pagi yang dingin
di celah-celah tumpukan rasa ingin
dari seorang manusia
yang memutuskan untuk menulisi pagi
ke dalam sebuah memori tentang elegi?

Bogor, 27 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun