Purnama mengintip di balik para-para langit
melemparkan cahaya remang-remang
kepada orang-orang malam yang baru saja pulang
menuju biliknya yang mendingin
setelah semalaman menyudahi ingin
di trotoar, jalanan sepi dan para pembeli yang bisa dihitung jari
terhadap segelas kopi sachetan
atau sebungkus mie instan
yang dirangkai bersama rantai sepeda
menelusuri setiap sudut rahasia ibukota
Purnama menurunkan tubuhnya sedikit demi sedikit
di antara kerumunan kabut yang membukit
memantulkan percikan cahaya
serupa dengan alarm tanda bahaya
terhadap orang-orang yang meringkuk di balik tirai dengkur
untuk membukanya dengan tafakur
melepas kepergian dinihari
yang tertatih-tatih pergi
Purnama melenyap dalam senyap
meninggalkan udara lembab
di setiap tikungan dan perempatan
tempat kenek mikrolet memulai teriakannya
tanpa sedikitpun tanda baca
di terminal dan pasar-pasar
yang mulai digaduhi gincu segar dan tatapan nanar
juga rasa lapar yang mulai bertagar
Purnama benar-benar berlalu
menyiratkan jejak-jejak bisu
yang esok hari mungkin bisa ditelusuri
melalui kehangatan suam-suam
saat kerumunan orang-orang diberangkatkan
oleh banyak keinginan
di stasiun kereta dan halte bus kota
ketika kota mulai menggelinjangkan tubuh ranumnya
Bogor, 15 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H