Yaitu saat kau meletakkan tubuh khayalanmu di ujung sepatu
membawanya berlari sejauh nafas habis memburu
hingga tiba di suatu tempat tanpa ratapan
di mana selama ini selalu kau impikan
untuk menitipkan airmata
menjadi kelopak bunga-bunga anggrek yang mekar semaunya
Begitu pula ketika kau mencandai gurauan
tentang jatuh cinta pada kopi sachetan
di sebuah malam yang sangat dingin
dan kau terjebak dalam labirin
yang kehilangan pintu keluar
tertutup pikiran yang berbelukar
Demikian juga waktu kau mencumbui masa lalu
di kamar tidur yang tak berlampu
agar tak ada yang melihatmu menangis
terengah-engah menahan dalamnya goresan peristiwa tragis
atas banyak cerita
yang kau tak mengerti kesudahannya seperti apa
Hujan tiba,
mengetuk jendela yang kau biarkan terbuka
supaya kau bisa mengajaknya masuk
membantumu mengenyahkan pikiran buruk
dari sekian banyak kejadian teruk
Kemarau datang,
membuat gemeretak hati yang cuma ditumbuhi ilalang
membuatmu kembali mengingat sayatan luka
ketika jatuh cinta ternyata hanyalah sebuah intermesso
di antara perjalanan panjang tanpa jeda untuk mengaso
Medan, 11 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H