Rasanya aku pernah berkata, jika saja langit bisa jatuh cinta, mungkin tak akan ada musim yang berani mendurhakai cuaca. Hujan menjelma menjadi sebuah irama musik cantik bagi pertunjukan orkestra, sedangkan kemarau adalah panggung artistik yang mementaskan opera.
Kau tak percaya. Katamu langit adalah ladang doa dan bukan tempat persiasatan cinta. Di sana lah berkumpul segala pinta dari delapan penjuru mata angin. Di sana pula lah berhimpun banyak maklumat tentang segala ingin.
Aku tak membantahmu. Aku tak mau kita terperangkap dalam jemu hanya karena mempertengkarkan mau. Lebih baik bila kita bersama-sama membicarakan asa. Baik yang telah lama berjeda maupun yang sekian waktu tertunda.
Asa bagimu adalah setiap koma yang terus saja kau jumpa ketika hati nyaris menemui titik kematiannya. Sedangkan bagiku, asa adalah setiap titik di ruang hati yang menyala setelah menerima suar kabar dari jendela. Tentang kita.
Rasanya malam ini, menurutku langit sedang jatuh cinta. Kepada malam yang memberinya kesempatan memangku rembulan, seterang-terangnya. Tanpa mendung yang menggelantung murung. Ataupun bercak hitam yang datang merundung.
Entah bagaimana, aku rasa kau pun mengatakan iya. Lantas memberikan isyarat agar kita mengirimkan doa-doa ke angkasa. Menemui langit agar makin kekal cintanya.
Langkat, 11 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H