Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Gamang

5 Juli 2019   00:14 Diperbarui: 5 Juli 2019   00:27 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi segenggam malam yang telah usang
aku menjahit kembali rasa kantuk
di ujung jarum jam yang berdetak
agar menjadi angka satu atau dua
saat aku memaksa kornea
menyudahi kenyamanannya

Lalu setelahnya,
aku menghitung bintang yang masih ada
di langit yang hilir mudik serupa angkutan kota
adakah yang turun
di perempatan depan rumah
mengganti tiang lampu yang patah
juga bohlam yang pecah

Kemudian,
aku berusaha mengingat Tuhan, dengan jujur
tapi ternyata,
aku masih leluasa berdusta
dengan cara melumasi mata
menggunakan pasal-pasal yang direka-reka

Selanjutnya,
demi seperiuk pagi yang kosong
aku lagi-lagi berbohong
terhadap rasa memelas
yang tak pernah bisa lunas
membayar secara pantas
apa-apa yang telah diretas
demi secelupak cahaya petang
bagi hati yang tak pernah berhenti gamang

Medan, 5 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun