Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Romantika, Dzikir, dan Doa

31 Mei 2019   23:49 Diperbarui: 31 Mei 2019   23:53 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

udara dingin sedang memasuki atmosfer rendah
di mana segala hal tabu tumpah ruah
dari gerutuan akan tanah yang lembek dan basah
juga umpatan atas cuaca yang membuat resah

tak perlu menunggu isyarat dari Tuhan siapa yang bersalah
tinggal menggali hati apakah memang benar diri ini adalah perasuah
dalam menerjemahkan klausa-klausa dalam traktat
lantas menjadi si keparat yang begitu saja meninggalkan hakikat

jangan dikira bait-bait puisi hanya sekedar untuk beromantika
dengan senja, kopi, atau airmata
atau merundung rasa murung, kisah tak beruntung, serta runtuhnya gunung-gunung
atau meradang terhadap rasa berang, sesuatu yang hilang, dan juga keinginan pulang

tak terhitung pula seberapa banyak syair yang berusaha keras mengingat Tuhannya
dalam tarikan nafas kata demi kata yang melafalkan dzikir dan doa
agar peperangan dimusiumkan, kelaparan diprasastikan, serta genosida dipunahkan
juga supaya rasa jeri terhadap mimpi dihilangkan, rasa nyeri pada luka disembuhkan, dan rasa sunyi di hati kembali diramaikan oleh gemuruh kebaikan

Jakarta, 31 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun