Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Enigma dari Kota

31 Mei 2019   01:21 Diperbarui: 31 Mei 2019   02:36 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Mencari inspirasi dari kunang-kunang yang menari. Di sebuah malam ketika kelam menundukkan mukanya yang muram. Aku mencicipi pinggiran sunyi dengan gumaman pelan. Ini rasanya seperti berenang di antara ketidakpastian yang menjemukan.

Kunang-kunangnya berombongan pergi. Aku ikut berlari. Memastikan tidak ketinggalan cahaya. Bila tak ingin kegelapan mengurungku selamanya.

Kunang-kunangnya berhenti. Di antara dinginnya dinihari di sebuah kota yang nyaris mati. Padahal lampu menyala di mana-mana. Entah karena apa. Tapi terasa ruhnya sudah sampai di ubun-ubun kepala.

Mungkin ini yang dinamakan enigma. Sebuah teka-teki yang jawabannya hanya ada pada akhir cerita.

Tentang kota dan segala misteri yang dirahasiakannya.

Jakarta, 31 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun