Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tak Ada Tempat yang Dinamakan Kuburan Hati

14 Mei 2019   10:15 Diperbarui: 14 Mei 2019   10:31 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melihatmu jatuh dalam kuasa rindu yang didokumentasikan oleh masa lalu, membuatku terburu-buru menyelamatkanmu dengan cara merekam masa depan yang mencengangkan melalui ramalan rasi-rasi bintang yang menyenangkan.

Aku tidak ingin kamu tersesat begitu lama dalam ceruk sempit yang kamu namakan kenangan pahit. Itu tidak adil. Terlalu sentimentil. Kamu semestinya mengerti bahwa rindu itu tak perlu dibawa mati. Meskipun kadangkala menjadi alasan terbaik untuk bunuh diri.

Di antara rintik hujan yang bernyanyi, ada suara kecapi yang menggambarkan betapa rasa sepi itu sebenarnya adalah melodi. Menyitir sendu ke dalam kekerasan batu. Menggrafir pilu di dinding-dinding hati yang tak menyatu.

Di sela-sela kerimbunan hutan yang menggenapkan kegelapan, terdapat segenap cinta yang menjadi pohon cahaya. Menerangi kelembaban lantainya. Agar semua penghuni punya kesempatan berdansa. Merayakan setiap kesempatan hidup yang ada.

Atas nama harapan yang tak mau terperosok dalam lubang-lubang sunyi. Termasuk kerinduan yang sampai kapanpun enggan mati. Karena tak ada satupun tempat yang dinamakan kuburan hati.

Jakarta, 14 Mei 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun