Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berlaga dalam Saga yang Nyata

5 Mei 2019   17:30 Diperbarui: 5 Mei 2019   17:32 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak bisa mengingat secara tepat berapa banyak kita telah memproduksi pertengkaran yang selalu saja mampat karena kita sama sekali tidak berusaha untuk sepakat. Kita berdua adalah pabrik boneka yang beroperasi sehari penuh menghasilkan singa, hyena, dan juga serigala. Kita lupa mencetak rusa, zebra, dan impala.

Sehingga apa yang kita dengar sampai pengar adalah geraman, raungan, dan lolongan tajam. Namun tidak dilengkapi lengkingan, ringkikan dan derap kaki berlarian yang menyenangkan. Kita berdua membangun sebuah ranch di savana tapi hanya untuk memelihara pemangsa.
----
Kita berdua merasa hanya punya satu kepala karena cinta. Selalu merasa seia sekata walau hati kita masing-masing tersulut oleh bara. Kita lupa cinta itu bukan untuk menyatukan hal yang sama, tapi justru memuarakan perkara yang berbeda.

Kau ingin menyumpahi malam yang selalu membuatmu ingin menangis karena kesepiannya nyaris selalu memagutmu secara tragis. Kau berkabung lama dalam kubangan histeria. Sedangkan saya adalah lelaki jalang yang sangat memuja malam karena kepadanya saya bisa menyimpan begitu banyak rahasia dengan jumlah tak terhingga.

Pada perihal malam, kita mulai berselisih paham. Lalu menunggu pagi sembari mengasah belati. Tidak untuk saling menikam, tapi agar bisa menyembelih kata-kata paling tajam untuk disajikan di meja makan.
----

Saat sayap-sayap matahari mulai membakar hari, kita berdua saling menusuk dengan tatapan berduri namun tanpa setitikpun benci. Saling melempar letupan cinta namun tanpa sedetikpun mau mengerti. Kita berlaga dalam saga yang nyata. Kita lalu menjadi protagonis dan antagonis di saat yang sama.

Kita adalah kisah cinta yang saling menerka tanpa sedikitpun berani menyimpulkan apa yang telah menunggu kita di depan sana.

Sampit, 5 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun