Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Rumah untuk Pulang

16 April 2019   10:03 Diperbarui: 16 April 2019   10:19 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang wanita, menyeret petang ke halaman belakang
di rumahnya yang rimbun oleh ilalang, memperlihatkan betapa;
sorot matanya lebih malam dari hitam
aura hatinya lebih curam dari ngarai dalam
selarik senyumnya lebih pagi dari janin matahari
sudut mulutnya lebih belati dari puncak rasa sepi

Seorang lelaki, mencabik-cabik hening di beranda
di rumahnya yang ditumbuhi duri kaktus berbahaya, lalu apa yang dilakukannya;
menghitamkan jelaga dari malam yang sengaja dia bakar sendiri
mendaki jurang yang dengan sukarela dia menerjunkan diri
merajam matahari dengan serpihan tajam amarah di hati
menghunus belati dan menikamkannya berulang-ulang pada tubuh sepi

Keduanya lantas saling pandang
dua pasang mata yang sama-sama ingin pulang
ke rumah yang dindingnya dicat meriah oleh warna bianglala
beratapkan anyaman rotan sega, pucuk ara dan jari-jari cemara
mempunyai perapian yang disulut lidah matahari
dilengkapi denting kecapi dan sedikit sentuhan orkestra Vivaldi

Keduanya lantas saling bertukar cenderamata
perempuan itu mengangsurkan hatinya
lelaki itu menyerahkan cintanya
kemudian tanpa diikuti dengan kata-kata
keduanya mulai melangkah pulang
menuju rumah yang halamannya mulai ditumbuhi pokok jerenang

Jakarta, 15 April 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun