Bunga-bunga peperangan adalah luka
Dipupuk oleh nyawa yang tertumpah
Disirami asin keringat
Mekar dalam bentuk kematian
Wanginya yang begitu anyir
Dikeringkan matahari
Meninggalkan noda tak terhapus
Dalam sejarah yang ditulis menggunakan darah
Airmata menjadi biasa
Karena tidak lagi terasa pedih
Lubang-lubang tak sempat digali
Rerumputan mati diganti tubuh-tubuh mati
Orang-orang yang hidup tak sempat berdoa
Gendewa dan panah berkejaran mencari lubang di dada
Menghidupkan kembali bunga-bunga
Mekar dalam bentuk kematian
Bab IV-1
Hutan Larangan. Â Di sebelah selatan Istana Timur ada sebuah wilayah hutan yang disebut hutan larangan. Â Jarang orang-orang berani pergi kesana. Terlalu wingit. Â Katanya hutan itu adalah tempat para makhluk tak kasat mata bertempat tinggal.
Namun di pagi yang mendung itu, beberapa orang terlihat duduk melingkar di sekitar api kecil. Â Seorang laki-laki tinggi gagah dengan pakaian serba hitam, seorang berpakaian seragam panglima kerajaan dan seorang pria separuh baya brewokan yang terlihat sangar ada di antaranya.
Panglima Kelelewar dan pasukannya rupanya telah tiba di wilayah Istana Timur. Â Mereka sengaja menghabiskan malam di hutan larangan ini untuk menghindari perjumpaan dengan orang-orang.
Tidak banyak pasukan yang dibawanya. Â Mungkin hanya sekitar 90 orang saja. Â Tapi tentu saja menjadi pasukan yang sangat berbahaya karena dipimpin langsung oleh Panglima Kelelawar, Panglima Amranutta dan Raja Iblis Nusakambangan sendiri. Â Nini Cucara juga ikut serta dalam rombongan ini. Â Tokoh-tokoh Majapahit mempunyai banyak ahli sihir. Â Panglima Kelelawar tidak mau kecolongan.
Panglima Kelelawar ingin menuntaskan janjinya kepada Putri Anjani untuk membantu rencana pemberontakan Istana Timur. Â Timbal baliknya tentu saja adalah Persekutuan Pesisir Gugat akan balik membantu mereka saat nanti melakukan penyerbuan besar-besaran ke Galuh Pakuan. Â Timbal balik yang menguntungkan. Â Lawa Agung butuh bantuan karena Galuh Pakuan bukan kerajaan yang bisa diremehkan begitu saja.
Tadi malam mereka bermalam di hutan mengerikan ini. Â Tentu saja Panglima Kelelewar sama sekali tidak takut. Â Dia adalah murid langsung Ratu Laut Selatan yang merupakan ratu dari segala lelembut di wilayah selatan.Â
Sebuah keuntungan mereka bermalam di hutan larangan. Tidak ada telik sandi yang disebar di hutan ini. Â Jadi mereka aman. Â Kedatangan mereka sama sekali tidak diketahui oleh pasukan Majapahit.