"Hmmm, kalian akan menyesal kenapa mesti bertemu denganku hari ini..."
Suara yang telah dikenal Bhre Wirabumi dengan baik. Buru-buru Raja Istana Timur ini keluar istana.
Benar saja. Dilihatnya Putri Anjani, gurunya dan Mahesa Agni tengah dikepung oleh pasukan pengawal istana. Gadis cantik yang sekarang terkenal beringas itu sudah mengangkat tangan untuk menjatuhkan pukulan. Bhre Wirabumi mengangkat tangannya.
"Cukup, cukup! Pengawal, ini semua tamu yang sedang aku tunggu. Kalian bubarlah! Putri silahkan masuk."
Masih dengan bersungut-sungut, Putri Anjani mengikuti Bhre Wirabumi memasuki istana. Para dayang dan pelayan wanita diberi isyarat pendek agar segera melayani mereka.
Setelah membersihkan diri sejenak dengan air hangat, rombongan Putri Anjani bergegas menemui Bhre Wirabumi di ruang perjamuan. Raja itu sudah menunggu.
Bukannya mengajak menikmati hidangan, Bhre Wirabumi malah berdiri lalu memberi isyarat agar mereka mengikuti. Bhre Wirabumi menggeser sebuah meja di sudut ruangan kemudian menyentuh mata pada sebuah lukisan wajah di dinding. Sebuah lorong rahasia terbuka di hadapan mereka.
Lorong itu turun jauh dan berliku-liku. Melewati banyak ruangan besar yang difungsikan sebagai gudang senjata, barak tentara, dapur, ruang latihan dan aula. Putri Anjani membatin dalam hati, rupanya Bhre Wirabumi telah bersiap sejak lama. Raja boneka yang cerdik!
Banyak juga jebakan maut yang dipasang di sana sini. Beberapa kali mereka berhenti karena Bhre Wirabumi harus mematikan jebakan-jebakan itu terlebih dahulu.
Tidak ada orang maupun penjaga yang ditemui sepanjang jalan menuju ruang pertemuan rahasia bawah tanah itu. Bhre Wirabumi sangat menjaga kerahasiaan ruang bawah tanah ini. Hanya dia dan beberapa orang terdekatnya saja yang tahu. Orang-orang yang dulu membangun semua ini telah ikut terkubur secara rahasia di dalam lorong yang berhawa kematian itu.
Sampai juga mereka ke ruang pertemuan rahasia. Ruang tertutup yang hanya bisa dibuka dari dalam begitu pintu ditutup karena pintu luar langsung merapat ke dinding batu.