Ketika cangkang kecomang selalu memperdengarkan suara lautan, dan bibir tempayan menyunggingkan senyuman menunggu kedatangan hujan, aku membangun sketsa rumah untuk menggambarkan kerinduan. Kepadamu wahai perempuan! yang tertatih menyeret selaksa masa silam.
Ketika burung-burung camar menyambar udara pesisir, dan tukik-tukik kecil sibuk membersihkan jalan dari lipatan pasir, aku menyisir perlahan ingatanku yang menjadi musafir. Pada perjalanan panjang! Menujumu yang menuntutku segera pulang.
Ketika suara-suara malam menyekap banyak keberanian, dan setangkup pecahan bulan mendarat di halaman, aku merajut helai demi helai benang kenangan! Setelah terlalu lama menggenang di kepala yang kehabisan ruang.
Ketika pokok-pokok cemara meluruhkan jarumnya ke bumi, dan bunga-bunga kamboja terserak menunggui orang-orang mati, aku melepaskan diri dari sunyi. Atas kegaduhan yang memaksa! Agar aku meludahkan selusin kata-kata.
Tentang betapa rindunya mencinta, dan airmata yang tak diperkenankan lagi menyertainya!
Bogor, 30 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H