Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Pada Almanak Kita Bertempat Tinggal

30 Maret 2019   18:26 Diperbarui: 31 Maret 2019   00:10 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiruk pikuk di ruang-ruang pagi, membangunkan segenap gelisah yang sebelumnya berhasil disimpan dalam gudang-gudang tua dan tak berpenghuni lagi. Kau menjeritkan banyak kalimat tanpa tanda baca. Aku hanya bisa termangu di tepian jendela. Nyaris putus asa.

Embun terakhir yang menempel di kaca yang basah, terhapus seketika oleh amarah tak tentu arah. Runcingnya kata-kata yang melebihi duri-duri kaktus, menghunjam langsung pekarangan hati yang mendadak tandus. Kau berdiri di hadapanku dengan sepasang mata berkelambu. Aku cuma sanggup terpaku. Benar-benar gagu.

Terkadang rindu memang gagap. Seringkali juga bertindak kalap. Tapi kita adalah pengemudi waktu. Jangan sekalipun menggerutu jika tak perlu. Perjalanan pulang punya jejaknya sendiri. Kita akan sampai tanpa harus menghapus keteguhan hati.

Dalam gegap-gempita kekacauan di kepala, kita berdiam di dalamnya, membangun rumah sekaligus keranda. Rumah untuk tinggal, dan keranda bila rencana demi rencana berjatuhan gagal.

Ingatlah satu hal. Almanak satu persatu ditakdirkan untuk tanggal. Tapi kita berhak menuliskan di angka mana kita akan tinggal. Berjanji kepada langit. Bahwa bumi tak selamanya menghadirkan rasa sakit.

Bogor, 30 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun