Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Obituari Sunyi

29 Maret 2019   23:44 Diperbarui: 29 Maret 2019   23:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inikah yang kau cari? Sebuah obituari sunyi. Berita kematian atas kesepian. Sehingga kau bisa memasuki riuh rendah pagi yang tumpah, siang yang membelasah, dan bermalam di sarang lebah.

Apakah memang itu yang kau cari? Sepi bisa jadi terlihat mematikan. Tapi dalam sepilah terdengar segala bunyi konsonan. Dari sebelumnya patah. Terakit kembali dalam sebuah melodi yang indah.

Apabila tiba saatnya sunyi kehabisan populasi, kau akan menjadi salah satu penghuni keramaian. Kau lupa, keramaian nyaris selalu melahirkan luka. Menyayat-yayat setajam bohlam pada sekumpulan ngengat yang sengaja membunuh dirinya. Demi cahaya.

Kelak kau pasti merindukan sunyi yang kau makamkan tanpa upacara yang sepadan.

Kau akan merindukannya seperti merindukan burung-burung penyanyi di pagi hari, seperti kau mengangankan kehadiran ingatan begitu merasa terperangkap lupa diri, seperti kau mengharapkan kedatangan hujan saat kemarau tak punya keinginan untuk pergi.

Obituari sunyi telah dituliskan. Di halaman depan koran-koran yang kau baca waktu sarapan.

Apakah kau terpuaskan?

Atau justru kini kau sedang mengumpulkan jawaban di tengah-tengah kepungan kegaduhan yang menyanderamu sebagai tawanan.

SB, 29 Maret 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun