Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bulan Patah di Tengah Lautan

24 Maret 2019   15:15 Diperbarui: 24 Maret 2019   15:33 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini kekacauan yang monumental. Aku tersesat dalam pikiranku sendiri. Setelah menyaksikan bulan patah di tengah lautan. Di sebuah selat yang memisahkan antara pulau berapi dan salju-salju abadi. Pulau yang dihuni oleh ricuhnya hati, dan salju yang membekukan puncak rasa sunyi.

Malam yang kehilangan bulan. Tertatih-tatih pergi. Dari sudut mataku yang dibalur pelangi. Meski tak ada hujan, maupun bias cahaya matahari.

Kekacauan ini harus segera pergi. Jika tidak, aku akan menjadi mumi. Diawetkan masa silam dan dibebat kesepian. Sendirian.

Pagi datang. Membawa kabar bahwa bulan telah sepenuhnya hilang. Tidak jatuh ke pangkuan siapa-siapa. Juga tanpa isyarat apa-apa. Lenyap dengan gegas. Senyap tanpa bekas.

TB, 24 Maret 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun