Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

9 Maret 2019   06:13 Diperbarui: 9 Maret 2019   06:22 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bab VII

Rasa pahit memasuki hati secara tiba tiba
Ada yang memanggil dengan menggunakan perasan buah maja
Melalui angin yang sengaja dibelokkan arahnya.
Rasa pahit ini tidak melukai
Namun membasahi hati dengan rasa pedih dan sunyi
Teringat kisah yang dulu juga tiba tiba berhenti.
Berhenti bukan karena ditaklukkan
Berhenti bukan karena ditinggalkan
Berhenti bukan karena diabaikan.
Namun berhenti karena garis takdir tertulis demikian.

Bab VIII

Pantai Sukabumi.  Kapal yang berukuran sedang dan mewah itu menyentuh bibir pantai dengan anggun.  Beberapa orang berlompatan keluar dengan cepat.  Arya Dahana menggandeng lengan Ayu Wulan melompat keluar perahu.  Diikuti Nyai Genduk Roban yang digandeng oleh Putri Anjani.  Arya Dahana melambaikan tangan ke para awak kapal agar segera meninggalkan pantai dan pulang kembali ke Pulau Kabut.

Setelah kapal itu menjauh ke tengah lautan.  Mereka berempat mengayunkan langkah memasuki daratan.  Belum ada kesepakatan apapun ke arah mana mereka akan menuju, atau apakah mereka akan tetap bersama sama, atau adakah sesuatu yang bisa membuat mereka tetap berjalan bersama sama.

Nyai Genduk Roban membuka percakapan,

"Arya, aku dan cucuku akan kembali ke Alas Roban.  Sudah terlalu lama kami meninggalkan rumah.  Terimakasih atas semua pertolonganmu sehingga aku bisa kembali berkumpul dengan cucu kesayanganku ini..."

Sembari berkata, Nyai Genduk Roban tidak habis habisnya memeluk dan mengusap usap rambut Ayu Wulan.

Putri Anjani menimpali dengan cepat.

"Nyai, ikutlah denganku.  Aku sedang menyusun kekuatan untuk membuat kacau Majapahit.  Aku akan membalas dendamku kepada Majapahit.  Kalau Nyai sudi membantuku, akan lebih mudah bagiku menyusun kekuatan ini."

Nyai Genduk Roban memandang Putri Anjani dengan pandangan menyelidik.  Dilihatnya mata gadis cantik itu menyala saat mengucapkan dendam. Ini persis sama seperti apa yang dirasakannya ketika teringat dendamnya kepada Majapahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun