Aku terbangun entah di mana. Di sekeliling orang-orang yang begitu tergesa-gesa. Mengejar masa atau hanya sekedar jumawa agar terlihat sebagai manusia yang menyeret asa di belakang tubuhnya.
Orang-orang itu menjadikan dirinya mesin tanpa koin. Bergerak dan berjalan menunggu perintah pemimpin. Terhuyung-huyung di belakang. Tanpa pegangan.
Spanduk-spanduk bertebaran laksana hujan. Di sudut jalan, perempatan, dan pohon-pohonan. Memamerkan senyum malaikat. Berharap para mesin terpikat hebat.
Semboyan dan slogan berceceran seperti di peternakan ayam. Menghasilkan telor, bulu-bulu dan tumpukan kotoran. Telor sebagai janji yang belum pecah, bulu-bulu dari kiasan-kiasan entah, dan kotoran berupa sumpah demi sumpah.
Mesin-mesin berdengung. Memutar mata mereka yang kosong dengan bingung. Bergerak lambat mencerna satu persatu dengan nanar. Manakah di antaranya yang berkata benar-benar.
Salah cerna akan menggadaikan hidup mereka. Selama beberapa tahun yang merana.
Bogor, 3 Maret 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H