Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Fanatisme Purnama

20 Februari 2019   10:33 Diperbarui: 20 Februari 2019   10:44 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat langit memutuskan inilah saatnya panggung dibuka
tirai kegelapan diturunkan paksa
purnama menaiki anak tangga demi anak tangga
menuju puncak yang disebut ornamen cahaya

Bumi seolah memasuki masa zaman renaissance
meninggalkan kelam
mengikuti fase peralihan
dari kebutaan, ke dalam temaram penglihatan

Laut berubah menjadi cermin
memantulkan cuaca yang diam
serta sirip-sirip keperakan ikan terbang berjumpalitan
mengiringi jejak perahu nelayan berduyun-duyun pulang

Gunung-gunung tinggi seperti raksasa yang tertidur
dalam kelambu
terperangkap cahaya purnama yang mengharu biru
tubuh besarnya menjelma menjadi sosok pemalu

Dalam fanatisme purnama
semua jiwa berbinar sangka
tak ada rahasia dari yang nampak mata
tak ada kerumitan apa yang dipikirkan kepala

Semuanya begitu sempurna!

Pelangiran, 19 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun