Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kemarau Bulan Februari

15 Februari 2019   11:30 Diperbarui: 15 Februari 2019   12:25 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika hujan bulan Juni adalah puncak pengertian terhadap utuhnya cara mencintai, aku ingin membelokkan arahnya ke kesempurnaan kemarau pada puncak musim hujan di bulan Februari.

Aku ingin berbicara denganmu, seperti isyarat gemeretak daun-daun kering yang sebentar lagi tinggal serpihan kepada angin yang mendaratkannya dengan lembut di tanah retak.

Aku ingin menatap matamu, seperti tatapan bimbang seekor serigala kepada mangsanya yang membiarkan diri tertangkap demi rantai makanan dengan neraca yang seimbang.

Aku ingin melihat senyummu, seperti lipatan mulut bulan sabit yang diberikan tumpangan cuma-cuma oleh langit.

Aku ingin saksikan termangumu, seperti terpakunya arca di sebuah candi yang diberikan kesempatan untuk bertapa di samping puncak stupa.

Aku ingin meminangmu, secara diam-diam seperti mimpi yang menyelinap tepat di penghujung dinihari.

Di kemarau Februari, aku adalah secangkir cengkir kelapa yang sanggup mengupas rasa haus di hati, menjadi aliran air yang tak pernah berniat berhenti mencintai.

Apakah kau mengerti?

Petapahan, 15 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun