Oase terakhir, baru ditemukan para pengembara gurun, yang lehernya nyaris terputus, karena nafasnya tinggal hitungan turus.
Palung terakhir, baru diselami oleh para pengelana lautan, yang paru-parunya hampir meledak, menahan derasnya arus zaman.
Sungai terakhir, baru saja menjumpai muara. Setelah sekian lama terlunta-lunta. Di perjalanannya yang dipenuhi lara lapa.
Gunung terakhir, baru saja meledakkan dirinya. Memenuhi langit terakhir, dengan kepingan-kepingan batu dan abu. Juga awan panas terakhir, yang menggulung habis-habisan sisa waktu.
Semua telah berakhir. Setelah satu persatu mati atau beku. Akibat manusia yang kepalanya membatu. Namun pandai berpura-pura gagu. Setelah riuh rendah melakukan perbuatan tak patut itu;
meluaskan padang pasir, melenyapkan lautan, memenggal panjang sungai, menggunduli hutan-hutan, dan memangkas pinggang dan punggung gunung.
Manusia terakhir?
Mereka sedang bersimpuh memohon kepada Tuhannya agar menjadikan semua kembali seperti semula.
Pertama, Tuhan menggeleng-gelengkan kepala.
Setelahnya, Dia tegas menggelengkan kepala.
Untuk apa?
Jakarta, 8 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H