Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Sinisme Sandyakala

3 Februari 2019   19:37 Diperbarui: 3 Februari 2019   19:45 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku dulu pernah menuliskan sajak tentang romantisme sandyakala. Sesosok senja yang mencintai malam beserta segala atributnya.  Tidak peduli jeda untuknya tidaklah panjang. Hanya satu kecupan untuk kemudian beranjak pulang.

Kini aku tambahkan, sandyakala juga bisa begitu sinis. Merajamkan hukuman melalui mulut manis tapi bertajuk apokaliptis. Menusuk tanpa peringatan. Membunuh tanpa kematian.

Sesungguhnya ini peristiwa tragis. Saat memori traumatis telah disimpan baik-baik dalam sajak-sajak liris. Muncullah tanggapan miris dari mata yang menyaksikan sandyakala sebagai bagian dari sajak-sajak psikosomatis.

Sinisme sandyakala dilakukan dengan meruncingkan bibir terhadap perjalanan takdir malam yang dianggap sebagai penyamun tanpa hati. Hanya memberi kesempatan senja untuk berbuat kebaikan tak lebih lama dari hitungan jumlah jari.  

Sinisme karena sakit hati. Sandyakala bahkan membiarkan kecantikan senjanya mati. Dan membiarkan para pengagumnya satu persatu membunuh hatinya sendiri.

Jakarta, 3 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun