Kita meminta diri dari hal-hal yang tak pasti. Padahal dalam ketidakpastian terkadang ditemukan kekuatan sejati.
Seperti ketika orang-orang berusaha keras mencapai puncak gunung melalui pendakian yang berjalan murung. Keajaiban surga di puncaknya tak berarti apa-apa. Mereka hanya membuang keringat percuma.
Juga ketika serombongan perahu menebar jala di lautan dalam. Tak ada yang bisa didapat kecuali buih-buih ombak yang pecah menyerupai sirip ikan.
Begitupun para petani. Mengairi sawah-sawah yang meluap karena hujan tak henti. Membuka pematangnya. Tenggelamlah padi-padinya.
Kita seringkali berusaha pamit terhadap barisan rasa pahit. Padahal dalam kepahitan seringkali dijumpai kekebalan terhadap rasa sakit.
Kita menghindari hujan karena takut kebasahan. Kita tidak paham bahwa pada partikel-partikel hujan terdapat ornamen yang sanggup membasuh fragmen pada ketakutan.
Kita selalu melarikan diri entah ke mana setelah patah hati. Sementara sesungguhnya hati yang patah akan lebih membuat diri mengerti tentang betapa pentingnya rasa mencintai.
Jakarta, 3 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H