Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pilihan Sunyi

3 Februari 2019   11:46 Diperbarui: 3 Februari 2019   12:18 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan tentang bagaimana cara memotret sunyi dari lubuk hati lantas mencetaknya sebagai pigura di ruang tamu yang dipenuhi aroma rindu.

Bukan!

Ini sepenuhnya tentang mencari definisi paling masuk akal apa saja yang bisa disebut sunyi, dan benar-benar sunyi, bukan sekedar hati yang serasa mati suri.

Iya!

Mendefinisikan sunyi itu kerumitannya melebihi puzzle yang serakannya hilang atau tersembunyi. Kita harus mencarinya setengah mati, di antara labirin buku-buku, arsip-arsip masa lalu, hingga ke kubangan tempat rindu terakhir membatu.

Jadi bagaimana? Apakah kau menyukai sunyi atau memusuhinya?

Pilihan yang sulit; menyukai sunyi berarti kau harus siap merasakan pahit. Sedangkan memusuhinya kau mesti berhadapan dengan rasa sakit.

Jika kau memilih untuk tidak memilih, itu sama saja dengan kau berlatih untuk membuat kekasihmu letih.

Sebab kau kembali menjadi abu-abu yang takut getih.

Jakarta, 3 Februari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun