Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Daun Luruh di Keping Matahari

2 Februari 2019   08:06 Diperbarui: 2 Februari 2019   08:19 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pagi, memutuskan untuk tidak lagi menyuapi keping-keping matahari di halamannya yang rusuh oleh serasah yang luruh, pagi lantas menyanyikan megatruh. Tembang yang dipersembahkan kepada daun-daun yang jatuh untuk memutar ulang kembalinya ruh.

Dari bermulanya fotosintesa. Mendaur ulang air mata. Memasaknya di tungku-tungku stomata. Mengirimnya ke segenap penjuru tubuh. Agar hari tidak terburu-buru runtuh.

Ketika matahari, memberi tanda disudahinya mimpi kepada pagi yang masih menyelinap di ketiak cemara dan terkantuk-kantuk di antara aroma kamboja, matahari lantas mengeraskan senyumannya. Senyum yang memancarkan kehangatan supaya permulaan hari tidak lah belingsatan.

Ini kesempatan bagi siapapun. Untuk menjemur harapannya yang masih dilanun. Oleh cipratan kenangan dan tempias hujan. Menghangatkannya di halaman, bersama daun-daun yang terpisah dari ranting dahan, setelah melakukan tugasnya melakukan perjamuan.

Bogor, 2 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun