Melemparkan beberapa puisi setengah jadi. Ke permukaan pagi sungai Musi. Bait-baitnya mengapung lalu digulung oleh mendung. Syair-syairnya menyelam di kedalamannya yang cukup petang.
Sungai Musi lantas menggelinjang.
Dipasok gairah yang menyala setelah hujan yang hangat menerpa tubuhnya. Menerobos kelelakiannya. Sudah lama ia merindukan sentuhan dara. Hujan adalah dara termanis yang pernah diturunkan bumantara.
Sungai Musi memerintah kerajaannya sendiri. Dari hulu Kepahiang hingga alun-alunnya di delta Sungsang. Rakyatnya adalah putak, tangkeleso dan belida. Juga rangkaian panjang brugueira dan avicennia di ujung balairungnya.
Sungai Musi adalah permaisuri yang menikahi gemerlap kejayaan masa silam. Melahirkan putri-putri cantik bermata seperempat purnama, berbibir seranum kurma, dan berkulit sekemilau serbuk mutiara.
Beberapa puisi setengah jadi yang dilarung ke sungai Musi, memunculkan bait-baitnya yang kembali seutuh tubuh bianglala, dengan syair-syair jelita yang muncul ke permukaan ketika sore tiba.
Palembang, 30 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H