Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Melarung Puisi di Sungai Musi

30 Januari 2019   14:31 Diperbarui: 30 Januari 2019   14:34 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melemparkan beberapa puisi setengah jadi. Ke permukaan pagi sungai Musi. Bait-baitnya mengapung lalu digulung oleh mendung. Syair-syairnya menyelam di kedalamannya yang cukup petang.
Sungai Musi lantas menggelinjang.
Dipasok gairah yang menyala setelah hujan yang hangat menerpa tubuhnya. Menerobos kelelakiannya. Sudah lama ia merindukan sentuhan dara. Hujan adalah dara termanis yang pernah diturunkan bumantara.

Sungai Musi memerintah kerajaannya sendiri. Dari hulu Kepahiang hingga alun-alunnya di delta Sungsang. Rakyatnya adalah putak, tangkeleso dan belida. Juga rangkaian panjang brugueira dan avicennia di ujung balairungnya.

Sungai Musi adalah permaisuri yang menikahi gemerlap kejayaan masa silam. Melahirkan putri-putri cantik bermata seperempat purnama, berbibir seranum kurma, dan berkulit sekemilau serbuk mutiara.

Beberapa puisi setengah jadi yang dilarung ke sungai Musi, memunculkan bait-baitnya yang kembali seutuh tubuh bianglala, dengan syair-syair jelita yang muncul ke permukaan ketika sore tiba.

Palembang, 30 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun