Apakah setelah menuliskan banyak kerinduan, akan hujan yang mengharu biru. Aku akan berhenti berkisah kepadamu, tentang gerimis yang membatu. Lalu bercerita beberapa perihal lain, mengenai genangan yang di dalamnya terdapat jejak sepatu. Setelahnya mempengaruhimu, agar di tempias selanjutnya menungguku?
Maka jawabannya adalah tidak, aku akan tetap menuliskan hujan, hingga kemarau mendatangiku. Namun aku tetap memintamu, untuk menungguku, di sela-sela hujan dan gerimis sambil mengenakan sepatu, supaya kau siap berkecipak di genangan bersamaku.
Apakah di senja ini, ketika segelas kopi di hadapan kita, mengepulkan uap tipis yang menari-nari, lantas kita bercakap-cakap dengan cerdas, mengenai banyak rencana yang cukup pantas, untuk mendudukkan rembulan di tempat panas, agar tak membeku sehingga tetap berjalan sesuai garis edarnya yang pas. Lantas kita sudah bisa mengatakan bahwa senja ini sungguh merona dan tidak pucat pias?
Tentu jawabannya tetap tidak, kita bersenyawa semenjak dahulu kala adalah ketika senja menyinggahi mata kita. Menjadi saksi utama saat kau berlarian mengejar kecomang, sedangkan aku membangun istana pasir sebagai tempat kita pulang.
Bogor, 27 Januari 2019
Â