Beginilah cara hujan menemui takdirnya. Menyambangi tanah kerontang dan udara kering yang mengambang.
Dialek pada percakapan dari irama hujan dengan apa saja yang disentuhnya akan sangat berbeda tergantung dari waktu kedatangan;
1) di pagi hari, dialek hujan akan mencerminkan isi hati seorang kekasih yang sedang merindui kekasihnya datang menghampiri. Menyesap bersama-sama secangkir kopi. Kemudian berbincang lirih tentang embun dan rerumputan yang saling mengasihi.
2) di siang hari, dialek hujan berubah sedikit gahar. Nada-nada yang menguar adalah mengenai kabar demi kabar yang beredar. Apakah itu bertemakan kesabaran atau justru menyebarkan rasa barbar. Perbincangan yang terjadi adalah teriakan dan lengkingan yang mengacaukan udara pengap yang membuat benak terasa begitu penat.
3) di petang hari, hujan berdialek lirih. Kelelahan begitu terasa merintih-rintih. Hujan akan banyak bercerita tentang rasa pedih yang mengiris urat nadi hingga mengucurkan kubangan getih.
4) di malam hari, hujan berdialek dengan nada temaram. Kisah-kisah yang disampaikan adalah dongeng-dongeng pengantar tidur yang kebanyakan sangat muram. Tentang rasa kehilangan yang berusaha ditemukan, tentang pertemuan yang diharapkan dari kepulangan, dan tentang kepulangan yang direncanakan namun tak jua kunjung datang.
Dialek hujan akan berhenti pada dinihari. Di waktu ini, hujan akan berdiam seperti arca yang paling sunyi.
Bogor, 27 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H