Menghunus pikiran di tengah malam yang membuta terhadap kebenaran akan hadirnya kegelapan, membawa kita pada perjamuan senampan bisa yang diperas dari seringai-seringai ular kobra tanpa majikan.
Melepaskan benak yang meronta-ronta di tengah-tengah gemuruh hujan yang tak mengenal kata penghabisan, menyuruh kita menyadari betapa telah begitu seringnya memenjarakan keinginan.
Mendidihkan rasa dingin di pori-pori yang dilubangi kesendirian, membuat kita perlahan-lahan lepas dari kotak yang mengungkung dalam kesunyian. Kita tak hendak lagi bertanya. Sebab jelas kita tak memerlukan jawabannya.
Semua adalah batasan yang ingin kita rubuhkan. Terlalu lama kita hidup di dalam kemewahan labirin yang menyudahi kita untuk berusaha melarikan diri dari keterbelengguan. Kita lantas bertanya. Karena kita benar-benar memerlukan jawabannya.
Tanya jawab terjadi begitu saja. Tentang tembang kenangan dan lagu-lagu perpisahan. Kapan harus didengarkan dengan sungguh-sungguh sementara kita merasa sangat begitu rapuh. Sewaktu-waktu kolaps dan runtuh.
Tanya jawab berhenti. Sudah saatnya membenahi keyakinan hati. Setelah pikiran, benak dan pori-pori sengaja diberangus mati. Agar kita berhasil pura-pura bahagia di dalam kotak yang paling sunyi.
Bogor, 21 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H