Di dalam kepanikan saat menyaksikan senja nyaris menjatuhi seorang perempuan yang sedang tak mau berpaling dari mencintai pagi, aku berlari menyelamatkannya dengan memperdengarkan nyanyian temaram.
Aku berharap senja mau mempertimbangkan untuk tidak menjatuhi tapi justru berbalik mencintai.
Di dalam cinta senja yang tak pernah sederhana, perempuan itu akan bisa kembali menegakkan diri, bertiwikrama, dan merubah dirinya menjadi seraksasa semangat para ksatria.
Ini kericuhan di tengah-tengah kegaduhan. Antara seorang perempuan dan hujan yang menggenanginya dengan kenangan berlebihan.
Ini keheningan di sela-sela angin yang hanya sanggup berbisik pelan. Di telinga seorang perempuan yang bersimpuh di depan malaikat yang melintas lewat di hadapan;
Singgahlah wahai pembawa cahaya! Dermakan aku senoktah saja!
Aku ingin kembali menjadi rima dari sajak-sajak yang memutuskan untuk kembali mengingat Tuhannya.
Jakarta, 17 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H