Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Perempuan dan Sajak yang Berima

17 Januari 2019   19:01 Diperbarui: 17 Januari 2019   20:33 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pixabay/Free-Photos)

Di dalam kepanikan saat menyaksikan senja nyaris menjatuhi seorang perempuan yang sedang tak mau berpaling dari mencintai pagi, aku berlari menyelamatkannya dengan memperdengarkan nyanyian temaram.

Aku berharap senja mau mempertimbangkan untuk tidak menjatuhi tapi justru berbalik mencintai.

Di dalam cinta senja yang tak pernah sederhana, perempuan itu akan bisa kembali menegakkan diri, bertiwikrama, dan merubah dirinya menjadi seraksasa semangat para ksatria.

Ini kericuhan di tengah-tengah kegaduhan. Antara seorang perempuan dan hujan yang menggenanginya dengan kenangan berlebihan.

Ini keheningan di sela-sela angin yang hanya sanggup berbisik pelan. Di telinga seorang perempuan yang bersimpuh di depan malaikat yang melintas lewat di hadapan;

Singgahlah wahai pembawa cahaya! Dermakan aku senoktah saja!

Aku ingin kembali menjadi rima dari sajak-sajak yang memutuskan untuk kembali mengingat Tuhannya.

Jakarta, 17 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun