Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Resiprokal Tanya

17 Januari 2019   17:50 Diperbarui: 17 Januari 2019   17:57 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semahir apa kau menyimpan kekacauan hatimu yang meracaukan kedatangan seseorang yang berjanji membawakanmu sepetik bunga musim panas dari negeri Cina meski kau tahu sekarang adalah puncak musim dingin?

Sekacau apa kau melemparkan kata-kata gelap yang menyertai hujan-petir di telinga orang yang bersumpah kepadamu akan melakukan ritual sakral mengundang rembulan di halaman tempat kau menanam bunga sepatu?

Segelap apa cuaca yang kau bawa di belakangmu setelah mendengar kabar bahwa kemarau sedang mengeringkan ratapan terakhir yang tersedia bagi siapapun yang hendak memenggal kesedihannya di tengah jalan sebelum menjadi tangisan?

Sesedih apa kau ketika memahami garis yang terputus di horison langit bukanlah karena senja tapi ternyata disebabkan oleh banyaknya orang-orang yang meminta suaka dari serbuan duka?

Aku tak mengerti semua. Kau tak menjelaskannya secara paripurna.

Aku hanya bisa membayangkan betapa kekacauan itu menerbitkan tajuk utama kegelapan di halaman depan raut muka seorang perempuan yang tak mau beranjak dari tempatnya agar bisa nyaman menikmati mekarnya bunga sepatu di puncak musim dingin dengan kemarau besar di hatinya yang terbakar.

Jakarta, 17 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun