Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Rezim Pikiran

12 Januari 2019   22:13 Diperbarui: 12 Januari 2019   22:17 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menguasai ruang-ruang peruntukan di dalam benak bagaimana semestinya bertindak. Jika berhadapan dengan cinta, kekeliruan, kekacauan dan airmata;

1) pikiran mendeposisi alam bawah sadar untuk mengakui sinyal-sinyal tak kentara yang disebut cinta. Ketika mata bertemu mata. Atau mata bertemu cerita. Atau mata dipertemukan sosok yang menggugah rasa.

2) kekeliruan disebabkan lahirnya keputusan. Oleh rezim pikiran yang memberi pertimbangan untuk memutuskan dengan tidak dalam kesetimbangan. Berat sebelah. Juga mentah. Semua tempat dinamakan antah berantah. Sedangkan semua keinginan lalu disebut entah.

3) kekacauan adalah fase terdekat dari harakiri. Rezim pikiran tidak pernah mengambil alih pada situasi ini. Hati adalah kambing hitam terbaik yang bisa didapatkan. Sehingga kekacauan kemudian diputuskan sebagai lalainya perasaan.

4) rezim pikiran seringkali melarikan diri melalui jalan satu-satunya, yaitu airmata, apabila rencana gagal atau tertunda. Di dalam setiap bulir airmata tersimpan banyak alasan. Apakah itu terlambat, tidak sepakat atau hari kiamat mendekat.

Rezim pikiran memang tak terkalahkan. Kecuali jika hati memulakan pemberontakan.

Memperjuangkan kebenaran walau di atas nyala api. Membenarkan sebuah perjuangan meski itu mesti menaklukkan sunyi.

Bogor, 12 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun