secara eksponensial, rindu yang benar akan selalu membesar.
begitulah bahasa rindu yang disampaikan malam terhadap kegelapan yang membuatnya disebut kelam. Tanpa kegelapan, malam hanyalah satu petik kata tanpa jiwa.
begitu pula bahasa rindu yang diakui sunyi terhadap semua hal yang berbau kematian. Matinya cinta, matinya rasa, matinya nyawa, adalah sesungguhnya kesunyian. Tanpa kematian, sunyi hanyalah rasa hati yang dimetaforakan.
secara gradual, rindu yang benar adalah kerinduan tanpa disertai keraguan akan gagal.
rindu seorang ibu adalah rindu yang tak pernah gagal. Ibu selalu mengatakan rindu dengan kebenaran lafal. Seorang ibu adalah lumbungnya rindu. Tidak ada yang bisa melebihi itu.
rindu seorang kekasih adalah rindu yang selalu ketakutan. Takut rindunya tak tersampaikan. Merasa itu sebagai kegagalan. Lantas mulai menerbitkan ratapan.
padahal;
secara puitis, rindu yang meratap adalah ungkapan hati yang skeptis. Seperti deraian tangis apabila dibandingkan dengan kebaikan gerimis.
Bogor, 12 Januari 2019