Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sungai-sungai Puisi

11 Januari 2019   17:30 Diperbarui: 11 Januari 2019   17:40 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sungai-sungai puisi
membelah desa-desa yang sepi
melintas dengan bebas
hingga sampai pada pucuk padi yang meranggas
karena sudah waktunya melunasi janji
bulir-bulirnya yang berisi melahirkan bayi-bayi
puisi yang sudah jadi
untuk mengisi perut yang kelaparan
akan suguhan kenyataan yang mendebarkan
;saat ini nalar semakin mendekati binal
mengumumkan dirinya sebagai peradaban yang gagal

desa-desa ditinggalkan. Demi menyecap manisnya pengharapan. Di suatu tempat yang memproduksi harapan secara masal. Dibagi-bagikan gratis sebagai modal.

Sungai-sungai puisi
menadah buangan sampah di kota-kota yang gerah
hasil banjir keringat para penghuni yang gelisah
cemas terhadap berbagai kemungkinan
khawatir bagaimana cara kepulangan
tak mau mati lalu tak ditemukan
sebab di sini nisan-nisan
tak ubahnya bangkai bajaj yang bergeletakan
tak ada ritual ziarah
apalagi masuk dalam buku sejarah
habis dijarah masa berkabung
bagi sebagian besar orang yang tak beruntung

kota-kota yang didatangi sebagai titik pusat mimpi. Ternyata cuma didirikan di atas semangkuk mie dan secangkir kopi. Juga puisi-puisi yang hanyut. Tersangkut di sungai-sungai yang alirannya mati.

Bogor, 11 Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun